Selasa, 31 Maret 2009

sistem transmisi data

Sistem Transmisi Kecepatan Tinggi

Tutun Juhana

KK Teknik Telekomunikasi

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung


2

Agenda

* The basics
* SDH/SONET
* Macam-macam perangkat transmisi



The Basics


4

* Transmisi adalah proses pengangkutan informasi dari satu titik ke titik lain di dalam suatu jaringan
* Jarak antar titik bisa sangat jauh
* Bisa ada banyak elemen jaringan yang terhubung
* Elemen-elemen tersebut dihubungkan oleh koneksi yang disediakan oleh sistem transmisi



5

Elemen Sistem Transmisi

* Untuk sistem komunikasi dua arah, maka pada arah transmisi yang berlawanan juga diperlukan elemen yang sama



6

Elemen Sistem Transmisi (2)

* Transmitter
o Transmitter mengolah sinyal masukan menjadi sinyal yang sesuai dengan karakteristik kanal transmisi
o Pengolhan sinyal meliputi encoding dan modulasi
* Transmission Channel
o Kanal transmisi adalah suatu media elektral yang menjembatani sumber dan tujuan
o Bisa berupa pasangan kabel, coaxial, radio atau serat optik
o Setiap kanal transmisi menyumbangkan sejumlah loss transmisi atau redaman sehingga daya sinyal akan berkurang seiring bertambahnya jarak
o Sinyal juga akan terdistorsi akibat perbedaan redaman yang dialami oleh komponen-komponen frekuensi sinyal yang berbeda
+ Sinyal biasanya terdiri dari banyak komponen frekuensi yang mana beberapa diantaranya teredam ada juga yang tidak teredam. Kondisi ini akan menyebabkan perubahan bentuk sinyal (distorsi)
* Receiver
o Penerima mengolah sinyal yang masuk dari kanal transmisi
o Proses pada penerima meliputi penapisan (filtering) untuk menghilangkan out-of-band noise, penguatan (amplification) untuk mengkompensasi loss transmisi, ekualisasi (equalizing) untuk mengkompensasi distorsi), serta demodulasi dan decoding untuk membalikkan proses yang terjadi di transmiter
* Noise, Distortion, and Interference
o Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sinyal yang ditransmisikan



7

Sinyal dan Spektrum

* Sinyal komunikasi merupakan besaran yang selalu berubah terhadap waktu
* Setiap sinyal dapat dinyatakan di dalam domain waktu (time domain) maupun didalam domain frekuensi (frequency domain)
o Ekspresi sinyal di dalam domain frekuensi disebut spektrum
o Sinyal di dalam domain waktu merupakan penjumlahan dari komponen-komponen spektrum sinusoidal
o Analisa Fourier digunakan untuk menghubungkan sinyal dalam domain waktu dengan sinyal di dalam domain frekuensi



8

* Jika misalnya durasi pulsa adalah T = 1 ms, maka komponen spektrum yang paling kuat berada di bawah 1 kHz (1/T = 1/1 ms = 1,000 1/s = 1 kHz)
* Dari hasil di atas kita punya rule of thumb bahwa kita dapat mengirimkan 1.000 pulsa seperti di atas di dalam satu detik melalui kanal yang bandwidthnya 1 kHz (sama dengan sinyal biner berkecepatan 1-Kbps).
* Untuk menaikkan kecepatan data (data rate), kita harus menurunkan durasi pulsa tetapi konsekuensinya lebar spektrum akan naik sehingga membutuhkan bandwidth yang lebih lebar
o Misalnya bila ingin menaikkan data rate menjadi 10 kali lebih tinggi, maka kita harus menggunakan pulsa yang 10 kali lebih singkat dan membutuhkan bandwidth yang 10 kali lebih leba



time domain of a pulse

frequency domain of a pulse

Contoh #1

This is baseband transmission

(no modulation involved)


9

* Contoh di atas menunjukkan sebuah pulsa yang dikirimkan sebagai frekuensi radio (menggunakan modulasi amplitude shift keying (ASK))
* Terlihat bahwa spektrum terkonsentrasi pada frekuensi pembawa fc (bukan pada frekuensi 0 seperti pada contoh sebelumnya)
* Perhatikan bahwa lebar spektrum di sekitar frekuensi pembawa hanya tergantung pada durasi pulsa T seperti pada contoh sebelumnya
* Jika data rate kita naikkan (dengan mempersingkat durasi pulsa), maka spektrum akan melebar sehingga dibutuhkan bandwidth frekuensi radio yang lebih lebar



Contoh #2


10

Esensi dari dua contoh tadi...

* Bandwidth merupakan faktor pembatas utama untuk transmisi
* Dari dua contoh sebelumnya kita bisa menyimpulkan adanya hubungan antara data rate dengan bandwidth yang diperlukan
* Dengan menurunkan data rate kita bisa menaikkan kapasitas jaringan
o Ingat pada waktu kita membahas speech coding: “riset di dalam speech coding selalu mencari teknik coding yang mampu memberikan data rate yang sekecil mungkin dengan kualitas yang masih dapat diterima”
+ Tujuannya agar jumlah pembicaraan di dalam jaringan meningkat walaupun kapasitas jaringan tetap



Data Rate Maksimum dari Sebuah Kanal Transmisi


12

Symbol Rate (Baud Rate) dan Bandwidth

* Komunikasi membutuhkan bandwidth transmisi yang memadai untuk mengakomodasi adanya spektrum sinyal; kalau tidak,



akan terjadi distorsi


13

* Kenyataan:
o Setiap kanal komunikasi memiliki bandwidth yang terbatas
o Semakin tinggi data rate, durasi pulsa digital yang digunakan akan semakin pendek
o Semakin pendek durasi pulsa, semakin lebar bandwidth yang digunakan
* Ketika sebuah sinyal berubah-rubah dengan cepat (dari sisi waktu), spektrumnya akan melebar sehingga kita katakan bahwa sinyal itu memiliki bandwidth yang lebar



14

* Misalnya kita masukan sebuah pulsa digital berdurasi T (T = 1ms) ke dalam suatu kanal yang memiliki sifat seperti lowpass filter ideal dengan bandwidth B



Ilustrasi

Kanal Transmisi

dengan Bandwidth B

Pulsa keluaran yang diharapkan

Pulsa keluaran Jika B=2*1/T

Pulsa keluaran Jika B=1*1/T

Pulsa keluaran Jika B=(1/2)*1/T

Pulsa keluaran Jika B=(1/4)*1/T


15

Esensi dari ilustrasi

* Pulsa keluaran akan semakin terdistorsi bila bandwidth kanal transmisi semakin kecil



16

Ilustrasi lain

* Andaikan kita kirim beberapa pulsa digital untuk kasus yang paling buruk (bandwidth terkecil) dari yang sudah ditunjukkan pada ilustrasi sebelumnya



* ISI akan menyebabkan kesalahan pendeteksian sinyal di penerima
o Bit ‘0’ bisa disangka bit ‘1’ dan sebaliknya



intersymbol interference (ISI)

Kanal Transmisi

dengan Bandwidth

B = (1/4)*1/T


17

Esensi ilustrasi

* Pengiriman sinyal dengan data rate tinggi harus menggunakan kanal transmisi yang bandwidthnya lebar
o Supaya efek ISI tidak terasa
* Bandingkan ilustrasi berikut dengan ilustrasi sebelumnya



Kanal Transmisi

dengan Bandwidth

B = 2*1/T

* ISI yang terjadi tidak akan menyebabkan kesalahan deteksi



18

* Pada transmisi baseband, suatu sinyal digital yang terdiri dari r symbols per detik memerlukan bandwidth transmisi, B (dalam satuan Hertz), sebesar :

B  r/2

o Istilah symbol mengacu pada satu sinyal pulsa yang digunakan untuk mentransmisikan data digital
o Satu symbol belum tentu merepresentasikan 1 bit data
+ Contoh: Pada modulasi QPSK, satu symbol merepresentasikan 2 bit data digital
o Oleh karena itu jumlah symbol yang dikirimkan per detik dinyatakan di dalam baud (bukan bit rate)
+ Jadi transmisi data dengan kecepatan 1000 baud (symbol/detik) sama dengan bit rate 2000 bit per detik bila menggunakan modulasi QPSK
* Dengan demikian, bandwidth yang tersedia (dalam satuan hertz) menentukan maximum symbol rate dalam satuan bauds
* Catatan: B merupakan bandwidth teoritis



19

* Hubungan antara bandwidth dengan baud rate (yang sudah kita lihat sebelumnya) diturunkan menggunakan sifat-sifat pulsa sinc
* Pulsa sinc memiliki zero crossing pada interval 1/(2W)
* Dengan analisa Fourier kita dapat menunjukkan bahwa pulsa sinc tidak memiliki komponen frekuensi yang lebih tinggi daripada W



* Jika kanal transmisi merupakan lowpass filter ideal dengan bandwidth lebih tinggi dari W, maka kanal tersebut akan cocok digunakan bagi pengiriman pulsa sinc yang memiliki zero crossing pertama pada t = 1/2W tanpa mengalami distorsi
o Bentuk pulsa di keluaran akan tetap karena seluruh komponen frekuensi di keluaran akan tetap sama seperti di masukan



Zero crossings


20

* Sifat pulsa sinc yang memiliki zero crossing secara periodik setiap 1/2W (untuk pulsa sinc dengan komponen frekuensi maksimum W) dapat dimanfaatkan untuk mengirimkan pulsa berikutnya tepat pada t = 1/2W



* Pulsa sebelumnya (previous pulse) tidak akan berpengaruh kepada pulsa berikutnya (next pulse) karena nilai previous pulse tepat sedang nol pada saat t = 1/2W
* Di penerima, penentuan nilai pulsa dilakukan setiap n.1/(2W), dimana n = 1, 2, 3, ...



21

* Dengan skema pengiriman pulsa sinc seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, selang waktu antar pulsa adalah T = 1/2W, dengan demikian data rate r = 1/T = 2W
* Bila data rate kita naikkan sedemikian hingga W  B, maka selang waktu antar pulsa T  1/2B, sehingga r  1/T = 2B
o Nilai ini memberikan rate maximum teoritis untuk transmisi symbol sehingga kita dapat katakan bahwa symbol rate dan bandwidth memiliki hubungan r ≤ 2B atau B ≥ r/2



22

* Dalam kenyataan, tidak ada yang namanya pulsa sinc itu, sehingga analisa kita menghasilkan symbol rate maksimum pada suatu kanal lowpass
* Di dalam kenyataan digunakan pulsa yang mirip dengan pulsa sinc
o bandwidthnya biasanya 1,5 sampai 2 kali lebih lebar daripada pulsa sinc



23

Symbol Rate dan Bit Rate

* Dalam komunikasi digital, digunakan symbol-symbol (berbentuk pulsa) sebagai representasi informasi
* Bila kita dapat membuat beberapa symbol dengan amplituda yang berbeda (masing-masing merepresentasikan bit-bit yang dibawanya), maka kita dapat menaikkan data rate dengan tetap mempertahankan symbol rate



24

* Gambar (a) di atas memperlihatkan empat buah simbol yang masing-masing digunakan untuk merepresentasikan 2 bit informasi
* Gambar (b) memperlihatkan penggunaan symbol di dalam mengirimkan deretan bit 011011000110



(a)

(b)


25

* Secara umum, jumlah simbol (M) ditentukan oleh jumlah bit informasi (k) yang diwakilinya, yaitu:

M = 2k

* Hubungan antara bit rate dengan jumlah simbol adalah sbb:

Bit rate = rb = r log2 M [bps]

* Pada contoh sebelumnya jumlah simbol ada sebanyak M = 2k = 22 = 4, maka bit rate = rb = r log2 M = r log2 4 = 2 bps. Maka bila baud rate adalah 1 kbaud, maka bit rate sama dengan 2 kbps.
o Ingat log2 2n = n
o Nilai baud rate bisa lebih kecil daripada bit rate
* Jadi dengan baud rate tertentu kita bisa terus menaikkan bit rate dengan cara menambah jumlah simbol (dengan kata lain: memperbanyak jumlah bit yang dibawa oleh satu simbol)



26

Kalau gitu....

Naikin aja terus jumlah bit per simbol agar bit rate transmisi sebesar mungkin....

Kalau hanya bandwidth batasannya memang demikian...

Tetapi ada faktor pembatas lain yaitu: Noise.......


27

Semakin banyak jumlah simbol, deteksi simbol semakin sulit dilakukan

dan pengaruh noise akan semakin signifikan

(bisa menyebabkan perubahan level simbol)

noise

Empat level simbol

Delapan level simbol

Level sinyal maksimum

selalu terbatas


28

* Noise menurunkan kualitas komunikasi analog dan memunculkan error pada komunikasi digital
* Ukuran noise relatif terhadap sinyal dinyatakan oleh S/N
* S/N biasanya dinyatakan dalam decibel:




Kapasitas Maksimum Kanal Transmisi

(S/N)dB = 10 log (S/N) [dB]


29

Pada tahun 1948, Claude Shannon mempublikasikan suatu kajian mengenai data rate maksimum teoritis pada kanal komunikasi yang terganggu noise


30

* Dengan mempertimbangkan sekaligus bandwidth dan noise, Shannon menyatakan bahwa error-free bit rate (bit rate yang tidak mengakibatkan error) pada suatu kanal transmisi tidak dapat melebihi kapasitas maksimum C
* Secara matematis, C dinyatakan oleh:

C = B log2(1+S/N)

o Dimana:
+ C = Data rate informasi maksimum dalam satuan bit per detik
+ B = bandwidth dalam satuan Hertz
+ S = daya sinyal
+ N = daya noise
+ S/N = Signal-to-noise ratio, dinyatakan dalam perbandingan daya (bukan dalam dB)



31

* Contoh:
o Misalkan suatu kanal transmisi yang bebas noise memiliki bandwidth 4 kHz. Maka symbol rate maksimum pada kanal tersebut adalah r ≤ 2B = 8 kbauds
+ Artinya, kita dapat mengirimkan sampai 8000 sinyal (simbol) per detik
o Bila kanal di atas digunakan pada suatu lingkungan yang mengandung noise dengan S/N sebesar 28 dB (bila dinyatakan dalam bentuk perbandingan S/N = 102,8 ≈ 631
+ Maksimum bit rate menurut Shannon = C
# C = B log2(1 + S/N) = 4.000 log2(632) = 37.2 Kbps
+ Agar batas kapasitas kanal tidak terlampaui, maka jumlah bit persimbol yang diijinkan untuk ditransmisikan pada kanal di atas adalah 4
# Ingat rumus ini:

Bit rate = r log2 M

# Bila kita masukkan hasil perhitungan di atas:

37,2 kbps = 8 kbauds * log2 2k ; maka jumlah bit maksimum yang diperbolehkan adalah sebanyak 4 bit per simbol



32

Line Coding

* Line coding merupakan metoda untuk merubah simbol dari sumber ke dalam bentuk lain untuk ditransmisikan
* Line coding merubah pesan-pesan digital ke dalam deretan simbol baru (ini merupakan proses encoding)
* Decoding bekerja kebalikannya yaitu merubah kembali deretan yang sudah dikodekan (encoded sequence) menjadi pesan aslinya



* Sistem yang menggunakan line coding tetapi tidak melibatkan modulasi disebut sistem transmisi baseband
o Spektrum hasil pengkodean tetap berada di dalam rentang frekuensi pesan asli



33

Tujuan Line Coding

* Merekayasa spektrum sinyal digital agar sesuai dengan medium transmisi yang akan digunakan
* Dapat dimanfaatkan untuk proses sinkronisasi antara pengirim dan penerima (sistem tidak memerlukan jalur terpisah untuk clock)
* Dapat digunakan untuk menghilangkan komponen DC sinyal (sinyal dengan frekuensi 0)
o Komponen DC tidak mengandung informasi apapun tetapi menghamburkan daya pancar
* Line coding dapat digunakan untuk menaikkan data rate
* Beberapa teknik line coding dapat digunakan untuk pendeteksian kesalahan



34

* Pada contoh di atas, setiap 2 bit data dikodekan ke dalam 4 level simbol
* Jadi bit rate akan menjadi dua kali dari bit baud rate



35

* Berdasarkan level sinyal yang digunakan, line coding dapat dikatagorikan sbb.:
o Unipolar : menggunakan level +v, 0
o Polar (antipodal) : menggunakan level +v, -v
o Bipolar (pseudoternary): menggunakan level +v, 0, -v



36

Line coding yang akan kita bahas

* NRZ
* RZ
* AMI
* HDB3
* CMI
* Manchester
* Differential Manchester
* B8ZS
* nBmB



37

Non Return to Zero (NRZ)

* Bit “1” dinyatakan oleh “high signal” selama perioda bit
* Bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama perioda bit
* Kelemahan:
o Tidak ada informasi timing di dalam bentuk sinyal sehingga sinkronisasi bisa hilang bila muncul deretan 0 yang panjang
o Spektrum NRZ mengandung komponen DC
* Varian dari NRZ:
o NRZ-L (Non-Return-to-Zero-Level) : Level konstan selama perioda bit
o NRZ-I : (Non-Return-to-Zero-Invert on ones): bit “1” dikodekan dalam bentuk transisi sinyal (dari high-ke-low atau low-ke-high), sedangkan “0” dikodekan dengan tidak adanya transisi sinyal
o NRZ-M (Non-Return-to-Zero-Mark): level berubah bila ada bit “1”
o NRZ-S (Non-Return-to-Zero-Space): level berubah bila ada bit “0”
* NRZ bisa unipolar maupun polar



38

Unipolar

NRZ-L

Polar

NRZ-L

Unipolar

NRZ-M

Unipolar

NRZ-S


39

Spektrum NRZ

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

fT

power density

NRZ


40

Return to Zero (RZ)

* Bit "1" dinyatakan oleh “high signal” selama setengah perioda bit dan dinyatakan oleh “low signal” pada seengah perioda bit berikutnya
o Memungkinkan pengambilan informasi clock bila ada deretan 1 yang panjang
* Kelemahan
o Bandwidht yang diperlukan dua kali NRZ
o Sulit mengambil informasi clock bila ada deretan nol yang panjang
o Mengandung komponen DC



41

AMI (Alternate Mark Inversion)

* Pseudoternary code
o Bit "0" dinyatakan sebagai level nol
o Bit "1" dinyatakan oleh level positif dan negatif yang bergantian
* Karakteristik sinyal hasil pengkodean AMI
o Tidak memiliki komponen DC (kelebihan)
o Tidak memecahkan masalah kehilangan sinkronisasi bila terdapat deretan nol yang panjang




Polaritas level antara dua buah bit “1” yang berurutan berkebalikan


42

HDB3

* Berbasis kode AMI
* Jumlah nol berurutan yang diperbolehkan maksimum 3
* Ide dasar: mengganti empat nol berurutan menjadi "000V" atau "B00V"
o "V" adalah pulsa yang menyalahi aturan AMI mengenai perubahan polaritas yang berurutan
* Aturan penggunaan "000V" atau "B00V" adalah sbb:
o "B00V" digunakan jika sampai pulsa sebelumnya, sinyal mengandung komponen DC (yaitu jumlah pulsa negatif dan pulsa positif tidak sama)
o "000V" digunakan jika sampai pulsa sebelumnya komponen DC adalah nol (jumlah pulsa negatif sama dengan jumlah pulsa positif
o Polaritas pulsa "B", yang patuh pada aturan AMI, bisa positif atau negatif dengan tujuan menjamin dua pulsa V berlawanan polaritas



43

CMI (Coded Mark Inverted)

* Berbasis AMI
* Digunakan pada transmisis kecepatan tinggi
* Bit “1” dikirimkan sesuai dengan aturan AMI yaitu bila ada dua “1” berurutan maka pulsa yang menyatakan keduanya harus berbeda polaritas
* Bit “0” dinyatakan oleh pulsa dengan setengah perioda pulsa pertama dinyatakan oleh tegangan negatif sedangkan setengah perioda pulsa berikutnya dinyatakan oleh tegangan positif
* Kode CMI memiliki karakteristik berikut:
o Menghilangkan spektrum sinyal pada frekuensi yang sangat rendah
o Clock dapat direcovery dengan mudah
o Bandwidth lebih lebar daripada AMI



44

Manchester

* Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah prioda pertamanya memiliki level high dan setengah perioda sisanya memiliki level low
* Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah perioda pertamanya memiliki level low dan setengah perioda sisanya memiliki level high
* Jadi setiap bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa yang berganti level pada pertengahan bit
* Karakteristik Manchester coding:
o Timing recovery mudah
o Bandwidth lebar




1

0

1

0

1

1

0

0

1


45

Differential Manchester

* Setiap bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa yang berubah level di pertengahan bit
* Bit “1” dikodekan dengan tidak adanya transisi level di awal bit
* Bit “0” dikodekan dengan adanya transisi level di awal perioda bit



46

B8ZS

* Berbasis AMI
* Jika ada 8 nol berurutan dan pulsa sebelumnya merupakan pulsa positif maka semua nol itu dikodekan menjadi 000+-0-+
* Jika ada 8 nol berurutan dan pulsa sebelumnya merupakan pulsa negatif maka semua nol itu dikodekan menjadi 000-+0+-
* Ada dua pulsa yang melanggar aturan AMI



Data


47

mBnB

* Memetakan satu blok informasi yang terdiri dari m bits ke dalam n bits
* n > m ; biasanya n = m+1
* Manchester code dapat dilihat sebagai kode 1B2B
* 4B5B digunakan pada FDDI
* 8B10b digunakan pada Gigabit Ethernet
* 64B66B digunakan pada 10G Ethernet



48

Untuk mengetahui

komponen DC pada sinyal


Regeneration


50

* Pada transmisi jarak jauh, daya sinyal akan teredam sehingga daya yang sampai di penerima bisa jadi sudah sedemikian lemah sehingga tidak dapat dideteksi lagi
* Pada sistem transmisi analog, digunakan amplifier/repeater untuk menguatkan sinyal yang sudah lemah
* Amplifier/repeater selain menguatkan input yang berupa sinyal informasi juga akan menguatkan sinyal noise
o Pada penggunaan amplifier/repeater yang berulangkali, efek noise akan terakumulasikan sehingga perbandingan Sinyal dengan Noise (S/N) akan semakin mengecil



51

* Pada sistem transmisi digital, penguatan sinyal dilakukan menggunakan perangkat yang disebut regenerator (digital amplifier)
* Suatu regenerator terdiri dari equalizing amplifier, yang mengkompensasi distorsi dan menapis (mem-filter) out-of-band noise, serta sebuah komparator
o Keluaran komparator akan high jika sinyal input lebih besar daripada Vref, dan akan low jika sinyal input lebih rendah daripada Vref
* Sebuah regenator juga mengandung rangkaian pewaktu (timing) yang berfungsi untuk membangkitkan sinyal clock berdasarkan sinyal input yang diterima
* D-flip flop digunakan untuk menentukan apakah sinyal keluaran regenerator high (1) atau low (0) pada saat sinyal clock berada pada kondisi sisi naik (rising edge)
o Nilai output akan tetap sampai rising edge berikutnya
* Sinyal hasil regenerasi akan bebas dari noise dan siap ditransmisikan lagi



52


53

* Jika noise terlalu besar, input terhadap komparator bisa jadi berada di atas Vref walaupun sebenarnya sinyal nol yang sedang dikirimkan
o Akibatnya akan terjadi kesalahan (error) regenerasi karena yang akan dikeluarkan regenerator adalah sinyal satu padahal seharusnya adalah sinyal nol
* Sebaliknya, jika noise terlalu besar, input terhadap komparator bisa jadi berada di bawah Vref walaupun sebenarnya sinyal satu yang sedang dikirimkan
o Akibatnya akan terjadi kesalahan regenerasi karena yang akan dikeluarkan regenerator adalah sinyal nol padahal seharusnya adalah sinyal satu



54

* Frekuensi error tergantung pada level noise atau d.k.l tergantung S/N
* Jika diasumsikan bahwa noise memiliki distribusi amplituda Gaussian, maka error rate (bit error probability) mengikuti kurva error rate vs S/N seperti yang terlihat pada gambar
o Nilai pasti hubungan antara S/N dengan BER berbeda-beda untuk setiap sistem, tetapi bentuk kurva-nya serupa
* Perhatikan bahwa BER akan turun bila S/N semakin tinggi, sebaliknya BER akan naik bila S/N semakin rendah
* Transmisi voice PCM memerlukan syarat BER maksimum 10-3, sedangkan transmisi data memerlukan persyaratan BER yang lebih ketat (maksimum 10-9)



Pe

Pe = Probability of bit error = bit error rate (BER)


SDH dan SONET

SDH = Synchronous Digital Hierarchy

SONET = Synchronous Optical Network


56

Mari kita lihat kembali PDH

* Perhatikan bahwa kecepatan keluaran setiap multiplexing tingkat tinggi adalah kira-kira lebih dari 4 kali kecepatan sinyal tributary (bukan tepat 4 kali kecepatan sinyal tributary)
o Contoh: Kecepatan E-2 adalah 8,448 Mbps (ini tidak sama dengan 4x2,048 Mbps)
o Pada keluaran masing-masing multiplexer juga ada informasi batas frame
* Keluaran setiap level merupakan susunan bit interleaved dari setiap sinyal tributary
o Artinya, keluaran setiap hirarki tersusun dari satu bit yang berasal dari tributary 1, satu bit dari tributary 2, 3 , 4, lalu dari tributary 1 lagi dst.
* Ingat: pada PDH, kecepatan masing-masing sinyal tributary boleh berbeda sedikit
* Oleh karena itu, sebelum dimultiplex, kecepatan masing-masing sinyal tributary harus disesuaikan agar ketika dimultiplex akan diperoleh kecepatan yang sesuai pada setiap tingkat
o Penyesuaian kecepatan ini disebut justification atau stuffing
* Justification/stuffing dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah bit justifikasi kepada setiap tributary
* Pada demultiplexer, bit-bit justifikasi ini dihilangkan sehingga rate tributary asli dapat kembali diperoleh
* Kondisi yang sama terjadi pada PDH versi Amerika Utara



57

Kelemahan PDH

* Penentuan tributary rate pada proses demultiplexing harus dilakukan secara bertahap akibat adanya justification/stuffing
* Akhir tahun 80-an telah banyak terpasang serat optik yang interface optiknya belum distandardkan
o Para peneliti menyadari bahwa diperlukan adanya standard baru yang dapat memenuhi kebutuhan masa depan
* Standard Eropa dan Amerika tidak kompatibel
* Interface tergantung pada vendor
* Data rate yang lebih tinggi (di atas 140 Mbps atau 274 Mbps) belum distandardkan
* Untuk memperoleh multiplex orde tinggi diperlukan banyak perangkat multiplexer



58

* Pada pertengahan tahun 70-an, ANSI mengawali study mengenai metoda transmisi baru agar penggunaan jaringan optik dan teknologi digital modern lebih efisien
o Sistem ini disebut Synchronous Optical NETwork (SONET) dan untuk digunakan di negara Amerika Serikat
* Pada akhir tahun 80-1n, ITU-T membuat standard sendiri yang berlaku di seluruh dunia yang disebut Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
* SDH dikembangkan dengan cara mengadopsi SONET lalu disesuaikan dengan jaringan Eropa
* Beberapa subset dari rekomendasi SDH yang berasal dari ITU-T dipilih oleh ETSI sebagai standard untuk Eropa
* Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada dua sistem synchronous optical yang berlaku yaitu SONET di Amerika Serikat dan SDH di Eropa
* Prinsip kerja SONET dan SDH hampir serupa serta menggunakan data rate yang sama
* SDH dapat me-multiplex tributary PDH maupun tributary yang synchronous



59

Synchronous tributaries

Plesiochronous tributaries


60

Skema multiplexing pada SDH

* Aliran data (transmission data streams) pada SDH disebut synchronous transport modules (STMs)
* Data rate STM merupakan hasil perkalian dari data rate STM-1 (155.52-Mbps)
* Aliran data dari STM-1 di-byte interleaved dengan aliran data dari STM-1 yang lain sehingga terbentuk aliran data yang memiliki data rate lebih tinggi
o Tidak ada penambahan informasi framing
* Byte interleaving artinya, misalnya, sebuah sinyal STM-4 mengandung satu byte (8 bits) yang berasal dari tributary STM-1 yang pertama, kemudian dari yang kedua, ketiga, dan keempat lalu balik lagi dari yang pertama dst.
* Demultiplexer menerima seluruh frame STM-1 secara independent



61

* Frame STM-1 diulangi 8000 kali per detik, suatu rate yang sama dengan rate pencuplikan pada PCM
o Hali ini membuat sampel 8-bit speech dapat disimpan di dalam aliran data 155.52-Mbps
o Bila PCM coding disinkronkan sebagai sumber untuk sistem SDH, maka proses demultiplex satu kanal speech dilakukan dengan hanya mengambil 1 byte dari setiap frame STM-1
+ Frame STM-1 mengandung informasi batas frame dan informasi lainnya serta suatu pointer yang memberitahu lokasi tributary di dalam frame
* Jika tributary tidak disinkronkan terhadap frame STM-1, sebuah pointer (berbentuk binary number) yang diletakkan pada lokasi tertentu di dalam frame STM-1 akan menunjukkan lokasi dari setiap tributary
o Dengan melihat nilai pointer ini maka kita dapat menemukan dengan mudah lokasi sinyal tributary yang diinginkan
+ Ini merupakan keunggulan utama SDH dari PDH yang memerlukan step-by-step demultiplexing untuk memisahkan bit-bit informasi dan stuffing di dalam rangka mendapatkan tributary



62

Data Rate SONET

* Modul dasar SONET disebut synchronous transport signal level 1 (STS-1)
* STS-1 memiliki kecepatan 51,840 Mbps
* STS-1 dimultiplex secara sinkron dengan STS-1 yang lain untuk memperoleh sinyal dengan orde lebih tinggi (STS-N)
* Setiap sinyal STS-N memiliki hubungan dengan sinyal optik yang disebut optical carrier (OC-N) untuk keperluan transmisi optik
* Sinyal STS-1 terdiri dari beberapa frame
o Durasi frame adalah 125 μs (muncul sebanyak 8000 kali per detik yang juga sama dengan rate pencuplikan pada PCM)



63


Macam-macam perangkat transmisi


65

The Transmission Equipments

* Modems
* Terminal Multiplexers
* Add/drop multiplexers
* Digital cross-connect systems
* Regenerators atau intermediate repeaters
* Optical line system
* WDM
* Optical amplifiers
* Microwave Relay System



66

Modems

* Merubah sinyal digital menjadi analog dan sebaliknya



67

Terminal multiplexers

* Terminal multiplexer (TM) atau multiplexer (saja) berfungsi untuk menggabungkan sinyal digital dengan tujuan memperoleh bit rate yang lebih tinggi untuk transmisi berkapasitas tinggi



68

Add/drop multiplexers

* Add/drop multiplexers digunakan untuk mengambil (drop) beberapa kanal dari aliran data kecepatan tinggi atau untuk menyisipkan (add) beberapa kanal ke dalam aliran data berkecepatan tinggi



69


70

Digital cross-connect systems

* Digital cross-connect (DXC) merupakan node jaringan yang mampu menyusun ulang kanal-kanal yang ada di dalam suatu aliran
* DXC memungkinkan konfigurasi terhadap jaringan dilakukan secara flexible
* Fungsi dasar DXC adalah sama dengan sentral
* DXC mampu men-switch pada orde tinggi (tidak hanya orde 64 Kbps seperti pada sentral biasa)
* DXC bisa jadi mengandung fungsi redundancy yang dapat secara otomatis mem-bypass bagian link transmisi yang rusak
o SDH dan SONET sering menggunakan topologi ring untuk mendapatkan keandalan (reliability) yang lebih tinggi



71

Optical Line Systems

* Optical line systems terdiri dari dua terminal repeaters pada ujung-ujung serat optik
o Fungsinya untuk merubah sinyal elektrik digital menjadi sinyal optik dan sebaliknya
o Terminal ini disebut OLT (Optical Line Terminal)
* Sistem ini terintegrasi ke dalam sistem SONET dan SDH
o Pada PDH, optical line systems merupakan perangkat yang terpisah dan harus dihubungkan dengan interface yang sudah distandardkan



72

* Sistem transmisi optik memancarkan pulsa-pulsa cahaya ke dalam serat optik
* Pada sistem komunikasi optik dua arah diperlukan dua buah serat optik (masing-masing satu serat untuk setiap arah)
* Gambar berikut memperlihatkan posisi OLT pada sistem komunikasi optik dua arah



73

WDM

* Perkembangan teknologi laser semikonduktor telah dapat menghasilkan laser dengan bandwidth yang sempit sehingga beberapa sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda dapat digabungkan ke dalam satu serat optik yang sama
* Proses multiplexing ini disebut wavelength-division multiplexing (WDM)
* WDM menggunakan optical coupler untuk menggabungkan sinyal-sinyal optik (WDM multiplexer)
* Sedangkan pada WDM demultiplexer digunakan filter optik untuk memisahkan sinyal-sinyal optik di penerima
* WDM dapat meningkatkan kapasitas serat mulai dari 10 sampai 100 kali lipat



74


75

* Teknologi WDM yang mampu menggabungkan lebih dari 16 panjang gelombang di dalam satu serat disebut Dense WDM (DWDM)



76

Optical Amplifiers

* Penguat sinyal optik
o Penguatan di lakukan di dalam domain optik (tidak ada konversi ke eletrik dulu)



Cahaya yang dipompakan ini mendorong

atom erbium untuk melepaskan energinya


77

Microwave Relay System

* Berfungsi untuk merubah sinyal digital menjadi gelombang radio dan sebaliknya
* Biasanya bekerja pada rentang frekuensi 1 sampai 40 GHz
* Memerlukan transmisi yang line-of-sight
* Pada frekuensi tinggi, kondisi cuaca mempengaruhi redaman dan kualitas transmisi
o Mengakibatkan terbatasnya frekuensi yang dapat digunakan serta membatasi jarak transmisi



Kamis, 19 Maret 2009

Sejarah Pengembangan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, dari Jarnet hingga Jardiknas menuju ke South East Asian Education Network (SE

(Oleh: Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto, Ir. Bagiono Djokosumbogo, Bondan S. Prakoso, S.T., Khalid Mustafa, S.T.)

Makalah ini disampaikan pada e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008)-Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia,21-23 Mei 2008, Jakarta

Abstrak

Program pemanfaatan dan pengembangan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada Departemen Pendidikan Nasional bukan sebuah program yang disusun “tiba masa tiba akal”, melainkan sebuah program yang telah dirintis dan dijalankan dalam beberapa tahap. Setiap tahapan disusun dengan mempertimbangkan kondisi pada saat itu dan keberlanjutannya pada masa-masa selanjutnya. Juga disusun hal-hal yang bersifat pendukung agar setiap program dapat berfungsi dan berjalan secara maksimal. Secara umum, program TIK di Depdiknas dimulai pada tahun 1999 melalui program Jaringan Internet (Jarnet), yang selanjutnya secara berturut-turut dikembangkan program Jaringan Informasi Sekolah (JIS), Wide Area Network (WAN) Kota, Information and Communication Technology Center (ICT Center), Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas), dan untuk ke depan akan dikembangkan South East Asia Education Network (SEA EduNet).Seluruh program disusun dengan target yang jelas dan berkesinambungan, sehingga pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia dapat menjadi bagian dari infratruktur dunia. Infrastruktur ini juga dibarengi dengan pengembangan SDM yang sesuai, sehingga perangkat yang dikembangkan tidak menjadi tumpukan barang bekas yang tanpa makna. Diharapkan ke depan, pengembangan infratruktur tidak berhenti sampai pada level Asia Tenggara, tetapi mampu diperluas hingga ke level Asia dan Dunia. Hal ini akan menjadikan Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain dalam pemanfaatan dan pengembangan infrastruktur telkonologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan.

1. PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, baik dari segi jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan alam dan sumber daya yang dimiliki.

Namun, kebesaran ini juga membawa beberapa tantangan di dalam mengelola seluruh sumberdaya yang ada dan untuk membawa negara ini semakin maju. Salah satu contoh tantangan adalah kondisi geografis negara Indonesia yang membentang dari Barat ke Timur, yang terdiri atas 14.000 pulau besar dan kecil serta diselingi dengan laut dan selat.

Kondisi ini pasti menyulitkan pelaksanaan beberapa program pemerintah yang membutuhkan kecepatan dan keluasan. Salah satu program utama yang mengalami tantangan ini adalah dunia pendidikan.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, maka pendidikan adalah hak mutlak bagi warganegara Indonesia, dimana menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.

Berbagai daya dan upaya dikerahkan untuk memenuhi amat tersebut dan melibatkan seluruh alat yang dapat dimanfaatkan, termasuk pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dikembangkan merupakan sebuah alat di dalam mencapai tujuan pedidikan, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dimana di dalam pengembangannya terbagi atas beberapa hal, yaitu infrastruktur, SDM dan konten. Ketiga hal tersebut dilaksanakan secara paralel, karena satu sama lain harus saling mendukung untuk dapat menjadi sebuah alat yang lengkap untuk dimanfaatkan di dalam pencerdasan anak bangsa.

2. PEMBAHASAN

Khusus di Departemen Pendidikan Nasional, perkembangan infrastruktur, SDM dan konten di dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi telah dimulai sejak abad 19 dan mengalami akselerasi yang cukup tinggi pada awal abad 20, yaitu pada tahun 1999 hingga saat ini.

Beberapa program pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya Infrasruktur adalah:

  1. Jaringan Internet (Jarnet)
  2. Jaringan Informasi Sekolah (JIS)
  3. Wide Area Network Kota (WAN Kota)
  4. Information and Communication Technology Center (ICT Center)
  5. Indonesia Higher Education Network (Inherent)
  6. Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas)
  7. South East Asian Education Network (SEA EduNet)

2.1 Jaringan Internet (2000)

Sebelum tahun 1999 sebenarnya secara parsial Departemen Pendidikan Nasional telah banyak melaksanakan kegiatan-kegiatan maupun menjalankan program yang berhubungan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), utamanya untuk sarana komunikasi antar institusi dan otomatisasi pendataan. Beberapa diantaranya adalah pembuatan mailing list untuk komunikasi langsung antara pusat dengan daerah, menggalakkan pembuatan web site bagi sekolah untuk penyebaran informasi bagi sekolah tersebut serta penyusunan berbagai program pendataan berbasis TIK.

Namun, untuk pengembangan infrastruktur secara nasional dan dalam jumlah besar dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) pada tahun 2000 dalam sebuah program yang disebut dengan Jaringan Internet atau Jarnet.

Latar belakang program ini adalah untuk mendukung pemercepatan internetisasi sekolah-sekolah di Indonesia khususnya pada Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK. Hal ini karena SMK mulai diwajibkan untuk memiliki alamat email dan juga diminta untuk memiliki web site untuk sarana promosi sekolah masing-masing. Hal ini ditandai dengan perkembangan mailing list Dikmenjur yang pada awalnya hanya memiliki 2 orang anggota dan saat ini telah memiliki 5700 anggota dengan rata-rata komunikasi sebesar 600 email per-bulan.

Tujuan dari program ini adalah:

  1. Mempercepat pelaksanaan Internetisasi di SMK Negeri dan Swasta.
  2. Meningkatkan komunitas antar SMK.
  3. Mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki.
  4. Menyediakan sarana mendapatkan informasi terkini dan media pembelajaran bagi warga sekolah dan masyarakat umum.
  5. Menyediakan media promosi sekolah dalam rangka peningkatan minat/animo masyarakat terhadap SMK.
  6. Menjadikan jarnet bagian dari unit produksi agar mengembangkan warnet di sekolah.

Dengan demikian bantuan Jarnet di sekolah selain untuk memperkenalkan pemanfaatan teknologi informasi kepada segenap warga sekolah, juga untuk memberi dorongan agar sekolah dapat meningkatkan kinerjanya dengan mendayagunakan komputer yang ada, serta memperkenalkan Internet sebagai sarana mencari informasi dan sarana komunikasi yang efektif dan efisien.

Bantuan Jarnet ini dimaksudkan agar digunakan untuk pengadaan peralatan dan pelatihan pemasangan jaringan lokal (LAN) di sekolah.

Program pengembangan Jaringan Internet diperuntukkan bagi semua SMK Negeri/ Swasta di Kabupaten/Kota. Sampai dengan tahun 2003 terdapat 744 SMK yang sudah memiliki jaringan Internet melalui program Jarnet ini.

2.2 Jaringan Informasi Sekolah (2001 - 2002)

Senyampang dengan mulai menjamurnya kebutuhan terhadap internet yang diakibatkan oleh program Jarnet, maka kebutuhan infrastruktur dan sarana komunikasi juga semakin meningkat. Khusus mengenai infrastruktur, sebagian besar sekolah yang ada di kabupaten dan kota hanya memiliki komputer yang memiliki spesifikasi yang amat rendah. Bahkan banyak yang tidak memiliki harddisk.

Namun, karena minat yang amat tinggi, mereka juga berkeinginan untuk memiliki jaringan yang terhubung dengan internet.

Pada tahun 2001, pengembangan program cloning sedang marak dimana-mana, yaitu memanfaatkan 1 komputer yang memiliki kapasitas besar dan dibagi ke komputer-komputer lainnya melalui sistem jaringan. Sehingga sekolah tidak perlu membeli banyak komputer lagi, namun cukup membeli 1 komputer yang berkapasitas besar. Namun, pengetahuan ini masih amat terbatas, karena dibeberapa tempat menjadi sebuah lahan bisnis yang menggiurkan dan ditawarkan dengan harga yang cukup tinggi.

Oleh Depdiknas, program ini kemudian dipelajari dan disebarluaskan ke seluruh propinsi agar dapat diterapkan di sekolah-sekolah.

Disisi lain, perkembangan TIK yang cukup pesat membutuhkan SDM yang handal, juga membutuhkan sarana komunikasi dan diskusi bagi penggiat TIK di satu daerah, agar para guru yang memiliki hobi yang sama dapat berkumpul secara teratur setiap bulan untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan di dalam bidang TIK. Untuk berkumpul ini juga dibutuhkan sebuah lokasi yang representatif, yang memiliki sarana dan prasarana dalam bidang TIK serta dapat dijadikan sebuah sekretariat.

Dengan dasar inilah, Depdiknas pusat mencoba untuk memacu hal tersebut dengan “memberikan kail” berupa bantuan untuk pelatihan awal dan merangsang pembentukan sekretariat TIK di masing-masing kabupaten/kota.

Program inilah yang disebut dengan Jaringan Informasi Sekolah atau disingkat JIS.

Mengapa disebut dengan Jaringan Informasi Sekolah ? Karena diharapkan fungsi utama dari prgoram ini adalah untuk menjaring seluruh sekolah di dalam satu wilayah agar saling berbagi informasi, khususnya dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Peserta JIS ini tidak terbatas kepada SMK saja, namun diikuti oleh seluruh SLTA di daerah tersebut, SLTP dan beberapa SD. Syarat utama untuk ikut di dalam JIS adalah memiliki minat terhadap TIK

Hasil yang diharapkan dari program ini adalah:

  1. Terbentuknya Jaringan Informasi Sekolah di Kabupaten/Kota
  2. Terbentuknya Jaringan Lokal (Local Area Network) di masing-masing sekolah yang menjadi peserta pelatihan
  3. Tersosialisasikannya informasi mengenai program cloning PC, sehingga bagi sekolah yang memiliki komputer dengan spesifikasi rendah, tetap dapat dimanfaatkan untuk aplikasi perkantoran atau untuk internet

Hingga tahun 2003, telah terbentuk 154 JIS di seluruh Indonesia. Ini merupakan embrio pengembangan SDM untuk program TIK yang sejak program ini digulirkan menjadi lebih cepat lagi pengembangannya

2.3 Wide Area Notwork (WAN) Kota (2002-2003)

Perkembangan kebutuhan akan TIK sejak bergulirnya program Jarnet dan JIS semakin besar, utamanya kebutuhan terhadap koneksi internet yang digunakan untuk mempercepat proses pengiriman data dan informasi dari daerah ke pusat serta untuk proses pembelajaran.

Namun disisi lain, harga internet di Indonesia yang masih amat mahal menjadi pemikiran utama dari sekolah-sekolah tersebut. Untuk bisa membiayai operasional sehari-hari saja masih amat sulit, apalagi harus menyisihkan dana setiap bulan untuk biaya internet.

(Gambar 1. Sistem Jaringan WAN Kota)

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dikembangkanlah program WAN Kota, yang mencoba menghubungkan jaringan lokal di semua sekolah yang berada pada satu wilayah dan kemudian memasang koeksi internet pada salah satu simpul di daerah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan biaya internet yang seharusnya hanya diatnggung oleh satu sekolah menjadi tanggungan bersama. Ini akan meringankan dan memudahkan sekolah-sekolah tersebut untuk turut serta menikmati koneksi internet.

Secara umum, fungsi dan manfaat program WAN Kota adalah:

  1. wahana berbagi (sharing) sumber daya data, informasi, dan program pendidikan;
  2. media komunikasi berbasis web atau multimedia antar lembaga pendidikan yang dibangun, dikelola, dan dikembangkan secar mandiri, kolektif, dan sistematis oleh semua lembaga pendidikan yang terlibat di dalam jejaring tersebut;
  3. infrastruktur pemelajaran jarak jauh (e-learning) dan pelayanan pemerintahan (e-government);
  4. sumber informasi dan komunikasi antar sekolah (SLTP, SMU dan SMK);
  5. pusat penyimpanan (server) modul pembelajaran;
  6. pusat pelatihan teknologi informasi dan komunikasi bagi masyarakat sekitarnya;
  7. digital library (perpustakaan berbasis komputer) yang dapat diakses semua sekolah di Kabupaten/Kota.

Secara umum, teknologi yang digunakan untuk program WAN Kota ini adalah teknologi Wireless IEEE 801.11 a/b/g yang memanfaatkan frekwensi 2,4 Ghz. Dengan penggunakan frekwensi yang free inilah, maka setiap sekolah hanya bermodalkan satu set antena Grid Parabolic ataupun menggunakan antena kaleng dan wajanbolic yang dirakit sendiri sudah dapat menikmati koneksi internet yag murah.

Dengan program ini, maka bermunculan juga sentra-sentra perakitan perangkat 2,4 Ghz di beberapa tempat, sehingga menggerakkan indutri kecil di daerah tersebut. Juga di beberapa lokasi, program ini disandingkan dengan RT/RW Net, sehingga pengguna internet tidak terbatas pada sekolah saja, melainkan juga masyarakat umum.

Hingga tahun 2003, telah terbentuk 31 WAN Kota di Indonesia.

2.4 ICT Center (2004 - 2006)

Program WAN Kota yang telah dikembangkan pada tahun 2002 hingga tahun 2003 akhirnya dirasakan hanya menitikberatkan kepada aspek perangkat keras dan jaringan saja, sedangkan pengembangan TIK tidak hanya terdiri atas kedua aspek tersebut. Pengembangan SDM juga hanya berputar kepada institusi yang menjadi lokasi WAN Kota, sehingga mulai dipikirkan untuk memperluas fungsi dan tugas dari WAN Kota menjadi sebuah institusi lain yang mampu menjadi pusat TIK di daerah dan bermanfaat secara luas bagi masyarakat di sekitarnya.

Berdasarkan pemikiran inilah, lahir sebuah program dan institusi dengan nama Information and Communication Technology (ICT) Center yang berfungsi sebagai Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Kabupaten/Kota.

Untuk mempersenjatai fungsi tersebut, maka ICT Center dibentuk dengan infrastruktur yang melebihi WAN Kota, karena fungsu utamanya bukan hanya sekedar menghubungkan LAN di da satu wilayah saja, melainkan meluas kepada fungsi Capacity Bulding.

Perangkat yang diberikan kepada masing-masing ICT Center adalah satu set tower dan perangkat server 2,4 Ghz untuk membagi koneksi internet yang dimiliki, satu atau dua paket laboratorium komputer, dan perangkat pendukung jaringan lainnya, seperti VoIP Phone, Router, Switch dan lain-lain. Khusus ICT Center tahun 2005 malah diberikan bantuan koneksi selama 6 bulan melalui VSAT dengan bandwidth 128 Kbps 1:1 dengan ISP Indosat M2.

Berbagai program pelatihan telah dilaksanakan oleh seluruh ICT Center ini, dan sebagian berkolaborasi dengan pemerintah daerah maupun institusi lainnya. Di beberapa tempat, ICT Center malah sudah menjadi sebuah kebutuhan daerah, sehingga pemanfaatan perangkat yang dimiliki tidak hanya dari sekolah itu sendiri namun sudah amat meluas hingga ke masyarakat umum.

Hingga tahun 2008 ini, total ICT Center di seluruh Indonesia adalah 430 Unit

2.5 Inherent (2006 - 2007)

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi juga turut menggeliat di dalam pengembangan TIK dan tidak kalah dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebenarnya, sejak tahun 90-an, sudah banyak perguruan tinggi yang secara parsial maupun kelompok kecil telah mengembangkan infrastruktur TIK di kampus masing-masing. Yang amat terkenal adalah ITB dengan berbagai risetnya untuk bidang internet dan jaringan lokal.

Secara nasional, infrastruktur yang dibangun untuk menghubungkan seluruh perguruan tinggi dibangun pada tahun 2006, dalam bentuk program Indonesian Higher Education Network atau Inherent.

Program INHERENT menghubungkan 32 perguruan tinggi sebagai backbone utama dimana perguruan tinggi lainnya dapat terhubung ke PT backbone tersebut apabila hendak terhubung dalam satu sistem jaringan.

(Gambar 2. Sistem Jaringan INHERENT)

Karena tujuan utama dari sistem ini adalah untuk riset dan pengembangan, maka jalur data yang disiapkan cukup besar, bahkan mencapai 155 Mbps dengan link yang terkecil mencapai 2 Mbps.

2.6 Jejaring Pendidikan Nasional (2006 - sekarang)

Program ICT Center dan WAN Kota yang dibangun hingga tahun 2006 telah berhasil membangun jaringan lokal di dalam masing-masing kabupaten kota, serta telah membentuk komunitas di dalam bidang TIK.

Selanjutnya, untuk menggabungkan seluruh ICT Center, WAN Kota dan Institusi pendidikan lainnya di seluruh Indonesia, pada tahun 2006 dikembangkan program Jejaring Pendidikan Nasional atau Jardiknas.

Untuk memudahkan pengelolaan, Jardiknas dibagi atas 4 zona, yaitu Zona Kantor Dinas dan Institusi, Zona Perguruan Tinggi, Zona Sekolah, dan Zona Personal (Guru dan Siswa)

(Gambar 3. Sistem Jaringan Jardiknas)

Seluruh lokasi terhubung dengan teknologi MPLS dan dikelola oleh 3 NOC, dimana seluruh NOC dihubungkan dengan link internasional dan IIX sebesar 200 Mbps.

Hingga akhir tahun 2007, telah terhubung 1.014 titik institusi dan 11.825 sekolah dengan Jardiknas.

2.7 SEA EduNet ( 2008 )

Rencana pengembangan ke depan adalah mengintegrasikan jejaring yang telah dibentuk di Indonesia dengan negara-negara tetangga, agar dapat dilaksanakan sharing knowledge dengan lebih intensif. Hal ini bertujuan agar seluruh institusi kita memiliki wawasan yang lebih mengglobal.

Salah satu teknologi yang saat ini sedang dijajaki oleh Depdiknas, utamanya oleh institusi Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Distance Learning Centre (SEAMOLEC) adalah teknologi multicast, yang menggunakan perangkat parabola untuk downstream dan teresterial untuk upstream.

Teknologi ini amat sesuai dengan kondisi geografis di Indonesia, yang bergunung-gunung dan masih sulit dijangkau secara merata dengan koneksi kabel.

(Gambar 4. Sistem Jaringan SEA EduNet)

Diharapkan pada tahun 2008, sudah dapat diujicobakan pada seluruh Propinsi di Indonesia.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengembangan Infrastruktur TIK pada Departemen Pendidikan Nasonal dilakukan secara bertahap dan berjenjang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan lapangan. Dengan pengembangan infrastruktur ini maka pengelolaan pendidikan di Indonesia dapat lebih efektif dan efisien.

3.2 Rekomendasi

Integarasi sistem Jaringan yang saat ini telah dibangun dengan memanfaatkan dana rakyat harus terus dijaga, utamanya didalam setiap pengembangan program ke depan, agar tidak terkesan “membongkar pondasi” setiap ada kebijakan yang baru. Selain itu, pengembangan konten yang menjadi alat transportasi yang memanfaatkan infrastruktur ini harus lebih diperkaya, sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.

4. DAFTAR PUSTAKA

[1].“Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas)”, http://jardiknas.diknas.go.id

[2].“Buku perkembangan ICT Dikmenjur”, Direktorat Dikmenjur, 2005

di dapat dari http://khalidmustafa.info/?p=102

Rabu, 18 Maret 2009

profil fidnpin

Nama : ARIFIN EKO SURYANTO
NIM : A410060152
Nama : KHAFID ARBA'I
NIM : A410060128